Proses Terciptanya Ego State
Ego State sebagai suatu mini-personality, tidak otomatis muncul
bersama kelahiran seseorang, melainkan muncul satu per satu sejalan dengan
perjalanan kehidupan seseorang. Sebagian besar Ego State lahir pada masa
kanak-kanak, dibawah 8 tahun.
Ego State dapat lahir melalui berbagai cara, dan secara umum
dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, pertama secara tiba-tiba, misalkan
melalui suatu persitiwa yang bersifat traumatik, kedua melalui kebiasaan yang
diulang-ulang.
Contoh 1 :
Seorang Ibu yang tengah panik atas suatu hal, dan saat yang sama
seorang anaknya yang masih kanak-kanak mengusulkan sesuatu, dan tiba-tiba sang
Ibu menghardik dengan suara keras :
“Diam kamu, Mama sedang pusing, kamu nggak
usah banyak omong”.
Pada saat itu si anak akan masuk pada situasi tdak nyaman, yang
sama sekali belum pernah dialaminya, dia bingung dan tidak tahu harus melakukan
hal apa, dan satu-satunya cara adalah dengan ”diam”, agar ia dapat melepaskan
diri dari keadaan yang tidak nyaman ini. Pada saat inilah lahir suatu Ego State
baru dalam diri si anak, yaitu Ego State ”si penarik diri”. Ego State
ini akan aktif jika suatu saat si anak menghadapi suatu situasi yang mirip.
Bahkan saat dewasa sekalipun, Ego State ini akan aktif pada situasi yang mirip,
walaupun pada lingkungannya sangat berbeda, misalkan : situasi pekerjaan.
Seseorang yang cenderung menarik diri dari suatu suasana perdebatan, walaupun
perdenatan tersebut adalah perdebatan positif, misalkan dalam meeting di
pekerjaan, kemungkinan saat itu ia tengah mengaktifkan Ego State ”si penarik
diri”.
Contoh 2 :
Seorang anak yang kurang memperoleh perhatian, suatu saat ia
menari-nari di depan saudara-saudaranya, dan ternyata memperoleh respon berupa
tepukan tangan yang meriah, dan di saat lain ia mengulanginya, dan memperoleh
respon yang sama, maka dalam diri si anak dapat lahir Ego State baru yang
memiliki sifat ”si pamer di muka umum”. Ego State ini akan aktif saat si
anak membutuhkan perhatian, dan akan berlanjut di saat dewasa dalam bentuk yang
mungkin berbeda, tetapi dengan esensi yang sama, yaitu ”si pamer di muka umum”.
***
Seluruh perilaku manusia, jika ditinjau dari sisi pengetahuan
Ego State, maka pasti berupa Ego State yang dilahirkan satu-persatu melalui
berbagai persitiwa atau melalui pengulangan-pengulangan tertentu.
Apakah Ego State itu positif atau negatif ?
Karena Ego State terkait dengan perilaku, maka tentu tidak ada
istilah ”baik” atau ”buruk” secara mutlak, melainkan harus disesuaikan dengan
konteksnya. Ego State “si penarik diri” akan menjadi “baik” jika diterapkan,
misal di suatu perdebatan yang tidak konstruktif, sebaiknya menjadi “buruk”
jika diterapkan di suatu diskusi yang ditujukan untuk mencari jalan keluar
suatu permasalahan. Demikian juga Ego State “si pamer di muka umum”, akan
sangat bermanfaat saat seseorang tersebut memiliki profesi sebagai seorang
entertainer dan diterapkan di atas panggung, sebaliknya akan sangat “buruk”
jika diterapkan untuk hal-hal yang tidak ekologis, misalkan pamer harta benda.
a